Selasa, 25 Juni 2013

Silsilah Joko Pragola alias Untung Suropati dari Tapos Depok



Menurut silsilah Joko Pragola alias Untung adalah anak dari Raden Panji Wanayasa , seorang keluarga bangsawan Mataram di Banjaran Pucung Tapos Depok . Kakeknya bernama Bagus Wanabaya anak dari Ki Ageng Mangir Wanabaya II  dari istrinya Raden Roro Pembayun  anak dari Panembahan Senopati Mataram. Orang Jawa menyebut Panembahan Loring Pasar. Ketika masih muda Panembahan Senopati (Raja Mataram ke II ) pernah membunuh pemberontak Demak Raden Arya Penangsang.
Untung seorang pemuda berwajah tampan dan halus tutur katanya sebagaimana kebiasaan priyayi Mataram. Keluarganya adalah spion atau prajurit Mataram yang sudah lama bertugas digaris belakang pertahanan VOC Belanda di Batavia , sebagai salah satu letnan VOC Untung sudah sangat mengenal titik titik kelemahan kota Batavia. Dia sangat pemberani namun berhati mulia, sehingga selama di dalam kalangan Batavia sangat disegani kawan-kawannya. Pada suatu kesempatan Untung yang ditahan karena berpacaran dengan Suzana putri bossnya kapten Moor, memimpin para narapidana melakukan perlawanan kepada penjaga penjara. Penjara berhasil dijebol, berbagai senjata dirampas dan dibawa kabur. Kompeni mengirimkan serdadu untuk menangkap mereka, tetapi upaya itu tidak membuahkan hasil. Untung dan pengikutnya justru membunuh beberapa serdadu yang mengejarnya. Kompeni semakin marah kepada Untung dan terus-menerus melakukan pengejaran.
Di tengah perjalanan perang di wilayah Cimpaeun Tapos Depok Untung berhasil menemukan persembunyian pasukan Pangeran Purbaya dan 2 istrinya yang bernama Raden Ayu Gusik Kusumo dan Ambo Mayangsari, melihat rekannya letnan Kueffler melecehkan Ambo Mayangsari dan Gusik Kusuma Untung marah besar dan membunuh seluruh peleton letnan Kueffler di daerah Tapos Depok , Untungpun membelot ke pihak Pangeran Purbaya , mereka saling memperkenalkan diri serta menceritakan riwayat masing-masing. Gusik Kusumo terpaksa minta pulang ke Mataram dengan izin Pangeran Purbaya karena suaminya akan menyerahkan diri kepada Belanda, wanita tersebut tidak  menyetujui niat suaminya. Sementara Untung menceritakan kalau dirinya pasti akan menjadi buronan serdadu kompeni karena telah membunuh Kueffler  bersama teman-temannya. Setelah saling mengetahui riwayatnya, mereka menyatakan keinginannya bersatu untuk melawan  kompeni.  Gusik  Kusumo  didampingi Untung dan pengikutnya mencari perlindungan ke Kasultanan Cirebon untuk selanjutnya menuju ke Mataram, tanah leluhur Untung, karena Sultan Cirebon masih mempunyai hubungan keluarga dengannya. Setelah dipikir dengan matang, Untung menyambut baik ajakan tersebut, mereka segera bergerak menuju Cirebon.
Sultan Cirebon sangat gembira menerima kedatangan Untung , Gusik Kusumo dan seluruh teman-temannya. Wanita itu menceritakan semua peristiwa yang dialami, mulai dari kepergiannya meninggalkan suami sampai pertemuannya dengan Untung. Kanjeng Sultan sangat prihatin akan nasib keponakannya, tetapi beliau juga bangga. Meskipun seorang wanita, Gusik Kusumo tidak gentar melawan kompeni. Sebagai ungkapan terima kasih kepada Untung yang sudah mengawal keponakannya, Untung dianugerahi nama Suropati oleh Sultan Cirebon, sehingga namanya menjadi Untung Suropati.
Beberapa saat lamanya Untung tinggal di Cirebon, hingga pada suatu hari Kanjeng Sultan menyarankan agar Untung meneruskan perjalanan ke Kartasura. Sultan khawatir kompeni akan menyerang Cirebon, sementara kondisi kesultanan tidak memungkinkan melakukan perlawanan. Cirebon adalah kerajaan yang hanya memiliki prajurit dalam jumlah terbatas. Di Kartasura Untung akan mendapat pengayoman karena Kartasura memiliki prajurit yang sangat besar. Ayah angkat Gusik Kusumo adalah Patih Mangkubumi. Untung Suropati memahami hal itu, sebenarnya dia bersama kawan-kawannya juga sudah berencana meninggalkan Kesultanan Cirebon. Mereka terpaksa bertahan di Cirebon karena menunggu keputusan Gusik Kusumo.
Pada waktu yang hampir bersamaan Gusik Kusumo mengutarakan niatnya untuk pulang ke Kartasura. Sang Putri sudah sangat rindu kepada keluarganya di Mataram dan harus secepatnya diberitahu kalau dirinya sudah meminta izin suaminya Pangeran Purbaya. Pernikahannya dengan Purbaya dulu adalah atas kehendak Sunan Amangkurat, jadi apapun yang terjadi harus dilaporkan ke Mataram. Kanjeng Sultan memberikan perbekalan yang cukup untuk keberangkatan mereka. Beliau juga mengijinkan orang-orang Bali, Madura dan Makassar yang hidup bergelandangan di Cirebon bergabung dengan Untung Suropati. Setelah berpamitan kepada Kanjeng Sultan, rombongan Untung dan Gusik Kusumo meninggalkan Cirebon dengan.

Rabu, 19 Juni 2013

Raden Haji Alit Perwatasari

Sejarah kepahlawanan Raden Prawatasari hingga kini memang dianggap minim. Para ilmuwan maupun ahli sejarah pun, seperti dikatakan Aan Merdeka Permana, penulis yang menggemari cerita-cerita sejarah, tak banyak tulisan atau pendapat dari pihak "ilmuwan resmi" yang bercerita tentang perjuangan Prawatasari dari Jampang. Padahal, di sebagian masyarakat tradisional, cerita mengenai Prawatasari ini sangat dihapal. Bahkan, masih menurut tilikan Aan Merdeka, taktik kemiliteran Haji Prawatasari dalam menghadapi VOC telah gunakan 12 taktik tempur Pajajaran, amat dipercaya mereka. "Haji Prawatasari dibesarkan di Jampang, sementara kampus perguruan tinggi ilmu kemiliteran Pajajaran terdapat di wilayah antara Surade dan Jampangkulon. Dengan demikan sangat pas bila pengetahuan militer Haji Prawatasari didapat dari alumni perguruan tinggi kemiliteran Pajajaran di pakidulan Sukabumi," cetus dia.
Jejak kepahlawanan Prawatasari yang benar-benar resmi muncul ketika terbit Surat Perintah Panglima TNI No. Sprin. 783/PXII/1984 dan Surat Keputusan Panglima TNI No. Skep. 182/IV/1985 tanggal 8 April 1985. Kedua surat tersebut menjadi dasar dibentuknya tim yang bertugas meneliti, menelaah, dan menyusun peristiwa bersejarah, tokoh-tokoh pejuang perlawanan rakyat di Tatar Sunda (Jawa Barat dan Banten). Hasil seleksi tim tersebut terpilih 3 tokoh dan peristiwa sejarah yang memenugi kriteria Pahlawan Keprajuritan Nasional, yakni Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683) dari Banten, Raden Alit Prawatasari (1703-1707) dari Priangan, dan Bagus Rangin (1802-1819) dari Cirebon.
Harapan dan keinginan warga Cianjur untuk menempatkan Prawatasari sebagai Pahlawan Nasional tidak pernah surut, meskipun secara literatur sangat minim. Aan Merdeka, dalam penjelasan yang disampaikan dalam acara "Seminar Sehari tentang H. Alit Prawatasari dalam Upaya Pengajuan Gelar Pahlawan Nasional" di Gedung DPRD Kab. Cianjur, Kamis (8/11) beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa dia pernah menemui H. Makbul Husein yang ditengarai sebagai keturunan Prawatasari. "Beliau punya catatan-catatan mengenai Prawatasari, tapi tidak bisa ikut membaca dengan dalih belum saatnya," kata Aan.
Berbagai urun pendapat pun muncul pada kegiatan seminar yang digagas DKC bekerja sama dengan Kantor Kesbang Kab. Cianjur tersebut. Selain Aan Merdeka Permana, hadir pula sebagai narasumber antara lain Yoseph Iskandar, Dr. A. Sobana Harjasaputra MA, dan Dyah Padmini, Ph.D. Ada pula Sekretaris Pusat Kesejarahan dan Tradisi TNI, Kol. Inf. R. Ridhani serta Kepala Museum Keprajuritan Indonesia, Letkol CAJ Sutanto.
Yoseph Iskandar mengemukakan temuan yang telah masuk catatan Pusat Kesejarahan dan Tradisi TNI bahwa perjuangan Prawatasari telah diakui resmi oleh pemerintah sebagai tokoh Keprajuritan Nasional. Pemerintah pun, katanya, melalui Markas Besar TNI telah mengabadikannya dalam bentuk patung dan fragmen di Museum Keprajuritan Indonesia, Komplek Taman Mini Indonesia Indah.
Dyah Padmini mengatakan, Prawatasari merupakan salah seorang pelaku sejarah yang merintis perjuangan bangsa dalam menegakkan kedaulatan rakyat di jamannya. Dyah setuju jika pemerintah menganugrahi Prawatasari gelar Pahlawan Nasional. "Dalam konteks ini, gelar merupakan peringatan terhadap suatu peristiwa sejarah yang terjadi di Cianjur-SUkabumi pada awal abad ke 18 dengan pelakunya adalah Prawatasari. Gelar yang akan diajukan ini juga bisa menjadi penyulut semangat nasionalisme bagi generasi saat ini," ungkapnya.*

Setelah Tujuh Tahun Tinggal di Gubuk, Paih Kini Miliki Rumah Petak . By Hasnan Habib

Tujuh tahun Paih (60) tinggal di rumah gubuk di pinggir saluran irigasi di wilayah RW 05, Kampung Banjaran, Puncung, Cilangkap, Depok. Bahkan gubuknya dulu juga pernah hancur diterjang puting beliung pada tahun 2005.
Selama tinggal di gubuk, Paih bersama istri dan tujuh anaknya tidur berhimpitan.
Akan tetapi, kini Paih memiliki rumah petak dengan empat pintu yang dibangun oleh TNI dalam kegiatan TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD).
Tahun 2005 rumah saya hancur diterjang puting beliung. Waktu kejadian anak saya sedang tidur. Terus kami diper­bolehkan membangun gubuk di lahan Pak Toto di pinggir kali. Katanya bila bangun permanen nanti bisa dibongkar. Enggak punya uang juga, makanya bikin gubuk," ujarnya. Senin (3/6).
Paih mengatakan, Pak Toto kemudian menyuruhnya untuk mengelola pemancing­an. Dari pemancingan tersebut ia dapat penghasilan Rp 400.000 sebulan. Karena tidak cukup, ia pun menanam singkong dan kemudian dijual.
"Rp 400.000 buat makan istri dan tujuh anak. Yah... untuk sekolah anak saya jualan singkong dan nambahin dapur. Satu kilogram Rp 400. Jual singkong delapan kilogram hanya cukup buat beli seliter beras. Mau gimana lagi. Memang hidupnya dari macul" tutur Paih yang tidak bisa membaca dan menulis itu.
Paih pun mengucapkan terima kasih kepada TNI yang telah membangunkan rumahnya menjadi layak huni. Paih kini tinggal bersama istri dan empat anaknya yang masih hidup bersama.
Komandan Kodim 0506 Kota Depok Letnan Kolonel Muhammad Zamroni menyatakan bahwa pengerjaan rumah Paih itu dimulai dari membangun fondasi ceker ayam, mendirikan tembok, memasang atap rumah, kusen pintu dan jendela, MCK, serta pengecatan.
"Kami mendapatkan informasi rumah Pak Paih dari Pak Lurah dan Pak Camat. Lalu kami kerjakan," kata Zamroni.
Tirsan (56) warga RT 01/05, Banjaran Pucung, Cilangkap, Tapos, juga mengucap­kan terima kasihnya atas pembangunan ru­mahnya oleh TNI. "Rumah saya lantai dari plester kini dikeramik. Atap rumah saya juga diganti, serta kusen pintu dan jendela. Kerjaan saya buruh serabutan. Saya tinggal bersama anak dan mantu," ujarnya.
Berhenti merokok
Paih yang disambangi Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail memang terlihat ceria. Nur Mahmudi pun kemudian meminta agar Paih tidak merokok.
Paih pun spontan menyatakan berhenti merokok di depan Wali Kota Depok sambil meremas rokoknya hingga hancur.
"Jika Pak Paih benar berhenti merokok maka anaknya yang masih SD akan dimasukan ke SMP negeri. Begitu juga anaknya yang SMP akan dimasukan ke SMA negeri. Biaya iklan rokok itu lebih kecil dibanding biaya pengobatan orang sakit karena merokok," kata Nur Mahmudi.
Tirsan juga berjanji dan bertekad tidak akan merokok saat di hadapan Wali Kota Depok.
Sambil meremas rokok disaksikan Dandim 0506 Kota Depok dan Ketua Peng­adilan Negeri Depok. Prim Haryadi. Tirsan menyatakan tidak akan merokok lagi.
"Iya pelan-pelan saya tidak akan merokok lagi," ujar Tirsan sambil berlinang air mata, haru (dod), Sumber Koran: Warta Kota (04 Juni 2013/Selasa, Hal. 09)

Jumat, 07 Juni 2013

Banjaran Pucung, Kampung Pertanian Yang Lebih Tua Dari Depok Lama

Kong Tahib , salah satu sesepuh tani Banjaran Pucung
Di Depok mana ada petani, wah itu sih pertanyaan orang yang tidak tahu keberadaan kota Depok, sebab di Depok masih ada banyak petani, dari Sawangan, Pancoran Mas, Limo, Cilodong, Cimanggis sampai Tapos, sayuran sampai tanaman buah-buahan dan hortikultura tumbuh dengan baik di Depok walaupun kini lahannya mulai berkurang, namun tampaknya aktifitas tanam menanam masih bertahan dengan baik di kota Depok khususnya di Banjaran Pucung Cilangkap Tapos Depok, masih banyak petani padi yang bersawah di Cilangkap, hasil bumi harian masih berderet deret tiap malam untuk diangkut ke pasar Cisalak dan Cibinong seperti: terong, bayang, kangkung, daun melinjo, daun salam, ubi jalar, singkong dan lain lain, sementara kalau musim rambutan jangan tanya, jalan raya Bogor tepatnya didepan perumahan Dwikora Cilangkap membuktikan bahwa kampung Banjaran Pucung masih berjaya pertaniannya. Disisi lain nama Banjaran Pucung tercatat sebagai daerah penghijauan yang cukup aktif, pemberitaannya di dunia maya membuat banyak pihak perlu untuk melakukan penghijauan di wilayah Banjaran Pucung, seperti terakhir penghijauan yang dilakukan oleh Pangdam Jaya Mayjend Hudawi Lubis dan Walikota Depok Nurmahmudi Ismail, tentu saja mereka melakukan penghijauan di Banjaran Pucung bukan tanpa sebab, karena memang petani di Banjaran Pucung telah getol menanam pohon penghijauan seperti yang dilakukan oleh Asosiasi Petani Pelopor Penghijauan (AP3) sehingga pohon penghijauan yang ditanam pasti akan ada yang merawatnya.