Sejarah kepahlawanan Raden Prawatasari hingga kini memang dianggap minim.
Para ilmuwan maupun ahli sejarah pun, seperti dikatakan Aan Merdeka
Permana, penulis yang menggemari cerita-cerita sejarah, tak banyak
tulisan atau pendapat dari pihak "ilmuwan resmi" yang bercerita tentang
perjuangan Prawatasari dari Jampang. Padahal, di sebagian masyarakat
tradisional, cerita mengenai Prawatasari ini sangat dihapal. Bahkan,
masih menurut tilikan Aan Merdeka, taktik kemiliteran Haji Prawatasari
dalam menghadapi VOC telah gunakan 12 taktik tempur Pajajaran, amat
dipercaya mereka. "Haji Prawatasari dibesarkan di Jampang, sementara
kampus perguruan tinggi ilmu kemiliteran Pajajaran terdapat di wilayah
antara Surade dan Jampangkulon. Dengan demikan sangat pas bila
pengetahuan militer Haji Prawatasari didapat dari alumni perguruan
tinggi kemiliteran Pajajaran di pakidulan Sukabumi," cetus dia.
Jejak
kepahlawanan Prawatasari yang benar-benar resmi muncul ketika terbit
Surat Perintah Panglima TNI No. Sprin. 783/PXII/1984 dan Surat Keputusan
Panglima TNI No. Skep. 182/IV/1985 tanggal 8 April 1985. Kedua surat
tersebut menjadi dasar dibentuknya tim yang bertugas meneliti, menelaah,
dan menyusun peristiwa bersejarah, tokoh-tokoh pejuang perlawanan
rakyat di Tatar Sunda (Jawa Barat dan Banten). Hasil seleksi tim
tersebut terpilih 3 tokoh dan peristiwa sejarah yang memenugi kriteria
Pahlawan Keprajuritan Nasional, yakni Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683)
dari Banten, Raden Alit Prawatasari (1703-1707) dari Priangan, dan
Bagus Rangin (1802-1819) dari Cirebon.
Harapan dan keinginan warga
Cianjur untuk menempatkan Prawatasari sebagai Pahlawan Nasional tidak
pernah surut, meskipun secara literatur sangat minim. Aan Merdeka, dalam
penjelasan yang disampaikan dalam acara "Seminar Sehari tentang H. Alit
Prawatasari dalam Upaya Pengajuan Gelar Pahlawan Nasional" di Gedung
DPRD Kab. Cianjur, Kamis (8/11) beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa
dia pernah menemui H. Makbul Husein yang ditengarai sebagai keturunan
Prawatasari. "Beliau punya catatan-catatan mengenai Prawatasari, tapi
tidak bisa ikut membaca dengan dalih belum saatnya," kata Aan.
Berbagai
urun pendapat pun muncul pada kegiatan seminar yang digagas DKC bekerja
sama dengan Kantor Kesbang Kab. Cianjur tersebut. Selain Aan Merdeka
Permana, hadir pula sebagai narasumber antara lain Yoseph Iskandar, Dr.
A. Sobana Harjasaputra MA, dan Dyah Padmini, Ph.D. Ada pula Sekretaris
Pusat Kesejarahan dan Tradisi TNI, Kol. Inf. R. Ridhani serta Kepala
Museum Keprajuritan Indonesia, Letkol CAJ Sutanto.
Yoseph Iskandar
mengemukakan temuan yang telah masuk catatan Pusat Kesejarahan dan
Tradisi TNI bahwa perjuangan Prawatasari telah diakui resmi oleh
pemerintah sebagai tokoh Keprajuritan Nasional. Pemerintah pun, katanya,
melalui Markas Besar TNI telah mengabadikannya dalam bentuk patung dan
fragmen di Museum Keprajuritan Indonesia, Komplek Taman Mini Indonesia
Indah.
Dyah Padmini mengatakan, Prawatasari merupakan salah seorang
pelaku sejarah yang merintis perjuangan bangsa dalam menegakkan
kedaulatan rakyat di jamannya. Dyah setuju jika pemerintah menganugrahi
Prawatasari gelar Pahlawan Nasional. "Dalam konteks ini, gelar merupakan
peringatan terhadap suatu peristiwa sejarah yang terjadi di
Cianjur-SUkabumi pada awal abad ke 18 dengan pelakunya adalah
Prawatasari. Gelar yang akan diajukan ini juga bisa menjadi penyulut
semangat nasionalisme bagi generasi saat ini," ungkapnya.*
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus