Rabu, 19 Juni 2013

Raden Haji Alit Perwatasari

Sejarah kepahlawanan Raden Prawatasari hingga kini memang dianggap minim. Para ilmuwan maupun ahli sejarah pun, seperti dikatakan Aan Merdeka Permana, penulis yang menggemari cerita-cerita sejarah, tak banyak tulisan atau pendapat dari pihak "ilmuwan resmi" yang bercerita tentang perjuangan Prawatasari dari Jampang. Padahal, di sebagian masyarakat tradisional, cerita mengenai Prawatasari ini sangat dihapal. Bahkan, masih menurut tilikan Aan Merdeka, taktik kemiliteran Haji Prawatasari dalam menghadapi VOC telah gunakan 12 taktik tempur Pajajaran, amat dipercaya mereka. "Haji Prawatasari dibesarkan di Jampang, sementara kampus perguruan tinggi ilmu kemiliteran Pajajaran terdapat di wilayah antara Surade dan Jampangkulon. Dengan demikan sangat pas bila pengetahuan militer Haji Prawatasari didapat dari alumni perguruan tinggi kemiliteran Pajajaran di pakidulan Sukabumi," cetus dia.
Jejak kepahlawanan Prawatasari yang benar-benar resmi muncul ketika terbit Surat Perintah Panglima TNI No. Sprin. 783/PXII/1984 dan Surat Keputusan Panglima TNI No. Skep. 182/IV/1985 tanggal 8 April 1985. Kedua surat tersebut menjadi dasar dibentuknya tim yang bertugas meneliti, menelaah, dan menyusun peristiwa bersejarah, tokoh-tokoh pejuang perlawanan rakyat di Tatar Sunda (Jawa Barat dan Banten). Hasil seleksi tim tersebut terpilih 3 tokoh dan peristiwa sejarah yang memenugi kriteria Pahlawan Keprajuritan Nasional, yakni Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683) dari Banten, Raden Alit Prawatasari (1703-1707) dari Priangan, dan Bagus Rangin (1802-1819) dari Cirebon.
Harapan dan keinginan warga Cianjur untuk menempatkan Prawatasari sebagai Pahlawan Nasional tidak pernah surut, meskipun secara literatur sangat minim. Aan Merdeka, dalam penjelasan yang disampaikan dalam acara "Seminar Sehari tentang H. Alit Prawatasari dalam Upaya Pengajuan Gelar Pahlawan Nasional" di Gedung DPRD Kab. Cianjur, Kamis (8/11) beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa dia pernah menemui H. Makbul Husein yang ditengarai sebagai keturunan Prawatasari. "Beliau punya catatan-catatan mengenai Prawatasari, tapi tidak bisa ikut membaca dengan dalih belum saatnya," kata Aan.
Berbagai urun pendapat pun muncul pada kegiatan seminar yang digagas DKC bekerja sama dengan Kantor Kesbang Kab. Cianjur tersebut. Selain Aan Merdeka Permana, hadir pula sebagai narasumber antara lain Yoseph Iskandar, Dr. A. Sobana Harjasaputra MA, dan Dyah Padmini, Ph.D. Ada pula Sekretaris Pusat Kesejarahan dan Tradisi TNI, Kol. Inf. R. Ridhani serta Kepala Museum Keprajuritan Indonesia, Letkol CAJ Sutanto.
Yoseph Iskandar mengemukakan temuan yang telah masuk catatan Pusat Kesejarahan dan Tradisi TNI bahwa perjuangan Prawatasari telah diakui resmi oleh pemerintah sebagai tokoh Keprajuritan Nasional. Pemerintah pun, katanya, melalui Markas Besar TNI telah mengabadikannya dalam bentuk patung dan fragmen di Museum Keprajuritan Indonesia, Komplek Taman Mini Indonesia Indah.
Dyah Padmini mengatakan, Prawatasari merupakan salah seorang pelaku sejarah yang merintis perjuangan bangsa dalam menegakkan kedaulatan rakyat di jamannya. Dyah setuju jika pemerintah menganugrahi Prawatasari gelar Pahlawan Nasional. "Dalam konteks ini, gelar merupakan peringatan terhadap suatu peristiwa sejarah yang terjadi di Cianjur-SUkabumi pada awal abad ke 18 dengan pelakunya adalah Prawatasari. Gelar yang akan diajukan ini juga bisa menjadi penyulut semangat nasionalisme bagi generasi saat ini," ungkapnya.*

1 komentar: